Bismillahirrahmaanirrahiim.
Assalamu’alaikum …
Isteriku…
Apabila kusentuh telapak tanganmu
Ku usap-usap, kurasakan semakin kasar dan keras
Apabila kutatap wajahmu
Terpancar sinar bahagia dan ketenangan walaupun ku tahu
Redup matamu menyimpan satu rintihan yang memberat
Apabila kuterbangun dari pembaringan dikala fajar menyingsing
Aku terpana desahan munajatmu yang syahdu..
Isteriku…
Tatkala teman-temanmu sedang bersantai
Disamping insan-insan tersayang di dunia ciptaan mereka
Engkau bahagia mengorbankan seluruh detik-detikmu
Hanya untuk Islam
Tatkala lengan-lengan mereka dibalut dengan pelbagai hiasan duniawi yang indah
Leher-leher mereka memberat dilingkari dengan kilauan rantai emas
Pakaian-pakaian mereka pula anggun persis puteri kayangan
Wajah mereka diwarnai dan dihiasi asesoris langka dan mahal
Tapi kau tidak seperti mereka wahai isteriku
Kau umpama ladang ummah
Kau menginfakkan seluruh jiwa dan ragamu demi kebangkitan Islam
Kau tak pernah bersungut-sungut, meminta-minta, mengadu domba
Apa lagi untuk merengut lelah akan semuanya
Kau berkilau menjulang harap dan do’a dengan pengaduanmu di sisi yang Esa.
Isteriku…
Bukan aku tidak mampu membelikan hiasan-hiasan tersebut
Tetapi, aku masih ingat tatkala aku menyuntingmu untuk dijadikan permaisuri dan perhiasan kamar hatiku
Kau mengatakan,
“Dinda sudi menjadi sayap kiri perjuangan kanda, tetapi dengan syarat..”
Kau tersenyum sambil menghela nafas dalam-dalam
Aku termangu sendirian
Syarat apakah itu? Batupermata kah? Hantaran seribu serba satu kah?
Bosnia kah? Perabot mahal dari Itali kah?
Atau berbulan madu di Kota Paris kah?
Katakan… Aku mampu memberikan
Lamanya kau merenung fikir untuk berkata.
Akhirnya…
Permintaanmu itu pasti ditertawakan oleh kerabat dan teman-teman ku
Dengan penuh keyakinan kau berkata…
“Kanda, mampukah kanda menjadikan dinda sebagai isteri yang kedua kanda?
Mampukah kanda menjadikan Islam sebagai isteri pertama kanda yang lebih memerlukan perhatian?
Mampukah kanda meletakkan kepentingan Islam melebihi segala-galanya berbagai urusan duniawi?
Mampukah kanda menjual diri kanda semata-mata karena Islam?
Mampukah kanda berkorban meninggalkan kelezatan dunia?
Mampukah kanda menjadikan Islam laksana api yang membara?
Dan kanda perlu menggenggamnya agar bara itu terus menyala
Mampukah kanda menjadi lilin yang rela membakar diri untuk Islam?
Bukannya seperti lampu emergensi yang bisa di ‘on’ kan bila perlu dan di ‘off’ kan bila terasa tidak diperlukan
Mampukah kanda mendengar hinaan yang bakal dilontarkan
kepada kanda karena perjuangan kanda..?
Dan… Mampukah kanda menjadikan dinda isteri seorang pejuang..
Yang tidak dimanja dengan fatamorgana dunia?”
Aduh!! Banyaknya syarat-syaratmu itu wahai isteriku
Namun aku terima syarat-syarat tersebut karena aku tahu
Jiwamu kosong dari syurga dunia…
Karena aku tahu kau mampu mengubah dunia ini dengan iman dan akhlakmu..
Dan bukannya kau yang diubah oleh dunia!
Isteriku…
Akhirnya jadilah kau penolong setiaku sebagai nakhoda
Yang membantu mengemudi bahtera kehidupan kita
Susah senang kita tempuh bersama
Aku terharu dengan segala kebaikanmu
Kau jaga akhlakmu
Kau pelihara kehormatanmu selaku muslimah
Kau tak pernah mengeluh apabila sering ditinggalkan
Seiring tugasku untuk menjulang Islam ke persada keagungan
Kau sanggup membuka mata menungguku
Sambil memberikan aku sebuah senyuman yang menjadi pengobat hatiku
Dikala di ambang pintu tatkala aku pulang lewat malam
Malah, kau sering meniupkan semangat untuk aku terus setia di medan perjuangan ini…
Kau taburkan bunga-bunga jihad walaupun kita…
Masih jauh dengan keharuman kemenangan.
Isteriku…
Tangkasnya kau selaku permaisuri
Biarpun kau sibuk bersama mengembeleng tenaga bersamaku selaku sayap kiriku
Kau jaga teratak kita dengan indahnya
Kau sirami dengan wewangian cinta dan kasih-sayang
Kau tak pernah menjadikan kesibukanmu itu untuk lari dari amanahmu
Meskipun jadualmu padat dengan agenda-agenda bersama masyarakat kaummu
Tangkasnya kau mendidik anak-anak
Kau kenalkan mereka dengan Allah swt, Rasulullah saw, Ahlul bait serta mujahid dan mujahidah Islam
Kau titipkan semangat mereka sebagai generasi pelapis jundullah
Kau asuh mereka membaca Al-Quran
Malah kau temani mereka mengulangkaji pelajaran dikala menjelang ujian.
Isteriku…
Barangkali inilah kebenarannya ungkapan keramat Al-Khomeini
Tangan yang mengayun buaian bisa menggoncang dunia
Andai Saidatina Fatimah binti Rasulullah saw masih ada
Pasti beliau tersenyum bangga karena masih ada srikandi Islam
Sepertimu Wahai Isteriku...
Tulisan ini bukan goresan saya. Tetapi sudah ada dalam file saya sejak bertahun lamanya. Dikirimkan melalui email dan penulisnya tidak diketahui siapa.
Perhatian : Ada kata yang saya ubah dan ditambah/ dikurangi seperti di atas.
Tulisan ini cukup menyentuh sanubari. Masih adakah isteri sesolehah itu?
Jika inginkan yang solehah, maka harus menjadi soleh.Semoga ALLAH merahmati.
Dan begitulah sebaliknya..
0 komentar:
Posting Komentar