Menggugat Jilbab

Bismillahirrahmanirrahim..


Terik mentari siang ini sungguh sangat menyengat, sekali-kali aku menyeka keringat yang mengalir deras di wajahku. Namun tak mengurungkan niatku hari ini untuk tetap melangkahkan kakiku menuju kampus.

Segera kumasuki bus tujuan kampus, aku celingukan mencari tempat duduk. Aku menemukan tempat duduk disebelah seorang wanita cantik, memakai pakaian kantor. Aku segera duduk disampingnya, dia menatapku sejenak lalu kembali menatap lurus ke luar jendela.

Wanita disampingku kembali melirikku, mungkin wanita itu heran melihatku memakai jilbab lebar ditengah hawa panas yang membuat kucuran keringatku tak berhenti menetes. Aku tersenyum padanya, namun dia balas dengan menatapku sinis.

 “Assalamu’alaikum mbak,” kataku, mencoba memecah ketidaknyamanan diantara kami.

“Wa’alaikumsalam,” katanya singkat.

“Mbak mau berangkat kerja yaa? Kerja dimana kalau boleh tahu?”

“Iya, diperusahaan asing di tengah kota sana.”

“Owh.” Hanya itu yang keluar dari mulutku. Aku enggan bertanya lagi, nanti dibilang aku mau tahu urusan orang. Aku menanti dia yang bicara bila dia ingin meneruskan pembicaraan ini.

“ Mbak sendiri mau kemana?” katanya.

Benarkan !! Sudah ku duga dia orang yang ramah, bila orang ramah padanya.

“Saya mau ke kampus mbak,” kataku.

“Mbak nggak ke panasan pakai baju tertutup gitu? “

“Alhamdulillah nggak mbak, justru saya senang kulit saya nggak terbakar matahari. Paling nggak,saya masih belum memerlukan pemutih kulit,”kataku sambil tersenyum, mau tak mau dia pun ikut tersenyum manis.

“Wah..mbak asik juga yaa diajak bicara. Memang mbak nggak jijik yaa melihat saya? “kata-katanya membuatku terkejut.

“Jijik kenapa mbak?” aku menatapnya heran.

“Orang-orang seperti mbak yang pakai baju tertutup rapat seperti ini biasanya jijik melihat saya yang nggak serupa sama pakaian mbak!” katanya.

Jadi ini yang membuat dia menatapku sinis dari tadi. Mungkin karna ada sebagian akhwat yang terlalu berlebihan dalam memandang seseorang yang belum berjilbab, yaa ini juga pernah dirasakan oleh sahabatku yang belum berjilbab, dia merasa akhwat berjilbab hanya mau bergaul dengan akhwat yang sama-sama berjilbab pula, sedangkan sahabatku merasa bukan bagian dari mereka jadi membuatnya enggan untuk bergaul dengan akhwat berjilbab lebar.


Ini adalah kesalahan fatal, padalah mereka yang belum berjilbab atau yang baru memakai kerudung adalah ladang dakwah.

“ Aahh..itu hanya perasaan mbak saja. Nggak gitu kok mbak, justru aku atau mungkin wanita-wanita yang berjilbab suka-suka saja berteman sama siapa saja,” kumencoba menjelaskan.

“Cuma mbak kok yang mau bicara dengan saya, sudah beberapa kali saya bertemu dengan wanita kayak mbak. Nggak ada yang ramah seperti mbak!” katanya.

“Yaa sudah, atas nama semua wanita berjilbab saya mohon maaf. Mudah-mudahan kalau mbak nanti ketemu wanita yang berjilbab, coba mbak duluan yang menegur. Insyaallah nanti mbak juga akan tahu kalau mereka juga ramah.”

“Ok deh mbak, saya minta nomer HP nya, kayaknya mbak asik sekali diajak bicara. Oh yaa, nama saya intan, mbak namanya siapa? “katanya.

“Saya Aisyah, ini nomer saya mbak!”

Aku memberikan nomer  HP padanya, begitupun sebaliknya.

“Sebentar lagi saya turun yaa mbak, kantor saya di daerah sini. Permisi yaa mbak, nanti saya hubungi,” katanya sambil berdiri hendak meninggalkanku.

“Assalamu’alaikum mbak” kataku sebelum dia melangkah.

“Wa....laikumsalam” dia tergagap. Keharusan yang selalu dilupakan, mengucapkan salam seakan tak diperlukan seorang muslim.
 
Ironis memang ketika seseorang memandang wanita berjilbab adalah wanita sombong yang tak mau bergaul dengan wanita yang bukan sesama mereka. Subhanallah...hari ini banyak pelajaran yang aku dapatkan. Tatapanku lurus keluar jendela, merenungi pertemuanku dengan wanita tadi.


Wallahua’lam bish shawwab.

 Situs BMB >>www.bukanmuslimahbiasa.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar