Bismillahirrahmanirrahim..
“ Nggak ummi, maafkan Dinda kalau kali ini Dinda harus menolak keinginan ummi!”
“Kenapa Dinda? Tak ada yang kurang dari Said.”
“Dinda sudah punya pilihan sendiri ummi. Tolong mengerti, ini bukan jaman siti nurbaya. Nggak ada jodoh-jodohan ummi.”
Braakk!!. . Kubanting pintu sekencang-kencangnya.
“Astaghfirullah..” masih kudengar ummi beristighfar.
Segera kutanamkan diriku dibawah bantal, menangis sejadi-jadinya. Aku sudah mencintai Mas Radit, harusnya ummi nggak memaksakan keinginannya padaku. Apa sih maunya ummi sama abah, pakai acara jodoh-jodohan segala, ini kan bukan jamannya mereka lagi!.
***
“Nah ini Nak Dinda yang namanya Said,”kata Abahnya Said.
Aku mengangkat wajahku untuk menatap wajahnya. Wajahnya biasa-biasa saja, jenggot yang dipelihara rapi melengkapi wajahnya, alisnya yang saling bertautan membuatnya terkesan misterius. Tapi nggak ada apa-apanya dengan ketampanan Mas Radit. Pokoknya kerenan Mas Radit deh.
“Dia itu seorang pegawai di sebuah perusahaan..bla..bla..bla..”
Tak ada satu pun kata yang kudengarkan secara seksama, mataku telah buta oleh Mas Radit. Telingaku juga telah tuli oleh nama Mas Radit.
***
“Nggak mau Yah, tolong pahami. Aku mencintai Mas Radit. Ayah juga tahu itu!”
“Dinda bukannya sudah tahu bagaimana Radit yang kau cintai itu? Apa Dinda ndak mau memiliki suami yang lebih baik?” Ayah bersikeras dengan pilihannya.
“Ayah juga nggak bisa jamin kalau Said itu lebih baik dari Mas Radit!”
“Tolonglah Nak, ayahmu juga ingin yang paling baik untukmu. Kamu telah dibutakan cintanya Radit. Istikharahlah Nak.
Kali ini ummi yang minta padamu.” Kata-kata ummi membuatku terdiam.
***
Lantunan ayat suci begitu merdu terdengar sampai menusuk hatiku, suara yang keluar dari celah-celah qalbu yang dilantunkan oleh suamiku, Said. Begitu indah, begitu mengetuk hatiku yang kosong ini. Air mata ini terus keluar begitu deras.
“Kenapa adik menangis?” Said tersenyum padaku.
“Dinda sedang mengenang masalalu Mas!”
“Subhanallah..mengenang apa Dinda?”Kata Said membelai kepalaku begitu lembut. Aku merebahkan kepalaku di
pundaknya.
“Awal-awal pernikahan kita begitu buruk, aku yang selalu penuh amarah karna tak mencintaimu.”
“Oh yaa? Adik ndak mencintai Mas mu ini!” Aku mencubitnya gemas.
“Itu kan dulu Mas, sebelum kau sadarkan aku, bahwa aku sedang selingkuh. Bukan selingkuh karna aku mencintai Radit sampai kita menikah, Mas pun tahu kalau aku tak pernah menghubunginya lagi setelah menikah. Tapi aku selingkuh karna
menduakan cintaNya. Itu yang terngiang selalu dibenakku.” Aku menatap Said lekat-lekat.
“Hatiku telah buta oleh Radit. Tak terasa bahwa aku telah selingkuh karna menduakan cinta Allah. Sedangkan kau, mas, kau berkata padaku bahwa kau mencintaiku karna Allah mencintaiku. Aku hanyalah aplikasi kecintaanmu padaNya. Bila
Allah tak mencintaiku, aku mungkin tak akan pernah sadar bahwa ada orang yang patut dicintai karna kecintaannya pada Allah. Itulah dirimu mas, dan...”
Said mentautkan jarinya dibibirku, pertanda aku dilarang lagi meneruskan pembicaraanku.
“Sudahlah sayang, jangan pikirkan lagi masalalu. Lihatlah Foto anak-anak kita, foto cucu-cucu kita, tak terasa hampir 50 tahun kita menikah. Meski kau bilang dulu kau tak mencintaiku, sekarang kau mencintaiku bukan karna apa yang ada pada diriku, tapi karna kecintaanmu padaNya sehingga menerimaku apa adanya. Biarlah dulu kau selingkuh karna lebih buta pada cinta dunia, namun sekarang kau kembali mencintaiNya dengan taat pada suamimu. Allah akan selalu melihat hamba-hambaNya yang bertaubat penuh cinta.”
Air mata itu kembali menetes, kembali kusandarkan kepalaku kali ini didada suamiku. Said.
***
Yaa Rabb, maafkan aku yang telah selingkuh..
Menduakan cintamu dan lebih memilih membutakan hatiku demi cinta dunia..
Kini ku kembali padaMu..
Memohon ampun atas cinta yang tak pernah Kau ridhoi.
Wallahua’lam bish Shawwab.
Situs BMB >> www.bukanmuslimahbiasa.com
0 komentar:
Posting Komentar